Sunday 5 February 2012

Berteman Semilir Angin


Berteman Semilir Angin

Di suatu siang yang sunyi, Tuhan memberiku kesempatan untuk menyaksikan keindahan pemandangan dari sebuah bukit dan Ia memberiku teman, yakni hembusan angin barat yang bertiup perlahan. Aku tak dapat melihatnya, tak dapat menyentuhnya, tak dapat berbicara padanya, apalagi memeluknya. Dia tetap berhembus. Aku mencoba bertanya kepadanya apakah engkau dapat mendengarku? Ia hanya diam dan tetap berhembus, aku mencoba memegangnya tetapi tetap saja ia berlalu dari sela-sela jemariku. Kutertunduk tak berdaya.

Lalu aku bertanya kepada Tuhan, apakah tidak ada teman lain yang dapat membuatku lebih bahagia? Tak ada jawaban yang kudengar hanya suara dedaunan dari pepohonan yang berbisik karena tertiup angin. Aku semakin penasaran kenapa Tuhan memberikan kesempatan ini untuk diriku? Aku hanya memerlukan seorang teman yang dapat menerimaku, memahamiku, mendengarkanku dan memelukku tetapi mengapa Tuhan malah memberikan kepadaku semilir angin.

Aku kembali tertunduk tanpa menghiraukan pemandangan yang begitu indah di depanku. Biarkan saja angin itu bertiup, ia tak dapat mendengarku, memahamiku apalagi mempedulikan aku.

Tiba-tiba!!! Ada kicauan burung, aku mengangkat kepalaku dan memandang mereka, namun mereka hanya melompat dari satu ranting ke ranting lainnya. Juga mereka tak peduli padaku. Aku tetap saja sendiri merenung dan kembali tertunduk.

Matahari tetap bersinar dan angin itu tetap berhembus, namun aku tetap sendiri.

Lalu aku mencoba untuk memahami makna dari kesempatan yang Tuhan berikan padaku.

Beribu-ribu matahari terbenam di saat senja, sebanyak itu juga kita hampir tidak pernah bersyukur.

Hijaunya dedaunan pepohonan serta bisikan suaranya yang tertiup angin tak pernah membuat kita mengingat berkat Tuhan yang terus nyata dalam hidup ini.

Dan kesejukan dari semilir angin yang seringkali menerpa kita, kita lupakan bersama semua kesibukan kita.

Bersyukurlah kawan….selagi kita masih diberikan kesempatan untuk menikmati semua ciptaan-Nya.

Angin yang berhembus adalah kawan yang sejati,

kita tak dapat melihatnya, memegangnya, mendengarnya bahkan memeluknya,

namun kita dapat merasakannya. Ya! Kita dapat merasakannya.

Dia ada disana dan terus berhembus sepanjang hidup ini.

Demikianlah kasih Tuhan!

Tak dapat disentuh, didengar atau dipeluk namun kasih-Nya nyata bila kita rasakan.


By Mund Galatiano Rumsaur



No comments:

Post a Comment