Berteman
Semilir Angin
Di suatu siang yang sunyi, Tuhan memberiku
kesempatan untuk menyaksikan keindahan pemandangan dari sebuah bukit dan Ia
memberiku teman, yakni hembusan angin barat yang bertiup perlahan. Aku tak
dapat melihatnya, tak dapat menyentuhnya, tak dapat berbicara padanya, apalagi
memeluknya. Dia tetap berhembus. Aku mencoba bertanya kepadanya apakah engkau
dapat mendengarku? Ia hanya diam dan tetap berhembus, aku mencoba memegangnya
tetapi tetap saja ia berlalu dari sela-sela jemariku. Kutertunduk tak berdaya.
Lalu aku bertanya kepada Tuhan, apakah tidak ada
teman lain yang dapat membuatku lebih bahagia? Tak ada jawaban yang kudengar
hanya suara dedaunan dari pepohonan yang berbisik karena tertiup angin. Aku
semakin penasaran kenapa Tuhan memberikan kesempatan ini untuk diriku? Aku
hanya memerlukan seorang teman yang dapat menerimaku, memahamiku,
mendengarkanku dan memelukku tetapi mengapa Tuhan malah memberikan kepadaku
semilir angin.
Aku kembali tertunduk tanpa menghiraukan
pemandangan yang begitu indah di depanku. Biarkan saja angin itu bertiup, ia
tak dapat mendengarku, memahamiku apalagi mempedulikan aku.
Tiba-tiba!!! Ada kicauan burung, aku mengangkat
kepalaku dan memandang mereka, namun mereka hanya melompat dari satu ranting ke
ranting lainnya. Juga mereka tak peduli padaku. Aku tetap saja sendiri merenung
dan kembali tertunduk.
Matahari tetap bersinar dan angin itu tetap
berhembus, namun aku tetap sendiri.
Lalu aku mencoba untuk memahami makna dari
kesempatan yang Tuhan berikan padaku.
Beribu-ribu matahari terbenam di saat senja,
sebanyak itu juga kita hampir tidak pernah bersyukur.
Hijaunya dedaunan pepohonan serta bisikan suaranya
yang tertiup angin tak pernah membuat kita mengingat berkat Tuhan yang terus
nyata dalam hidup ini.
Dan kesejukan dari semilir angin yang seringkali
menerpa kita, kita lupakan bersama semua kesibukan kita.
Bersyukurlah kawan….selagi kita masih diberikan
kesempatan untuk menikmati semua ciptaan-Nya.
Angin yang berhembus adalah kawan yang sejati,
kita tak dapat melihatnya, memegangnya, mendengarnya
bahkan memeluknya,
namun kita dapat merasakannya. Ya! Kita dapat
merasakannya.
Dia ada disana dan terus berhembus sepanjang hidup
ini.
Demikianlah kasih Tuhan!
Tak dapat disentuh, didengar atau dipeluk namun
kasih-Nya nyata bila kita rasakan.
By Mund Galatiano Rumsaur
No comments:
Post a Comment